Riuh ramai celoteh anak-anak dari setiap ruang kelas yang kulewati di sekolah ini, menandakan bahwa jam pelajaran pertama belum dimulai. Sosok tegas yang berjalan didepanku, menuntunku melewati tiap-tiap lorong ditempat ini. Sampai akhirnya dia dan aku berhenti didepan sebuah ruangan dan diatas pintu ruangan itu tertera tulisan “3 IPA 1”.
“Nah ini dia kelasnya”,kata orang itu padaku yang tak lain adalah Wakasekbid kesiswaan sekolah ini, pak Hardiman. “Mari masuk”,lanjutnya.
Aku pun mengikuti langkahnya masuk ke ruangan itu. Celoteh ramai anak-anak di ruangan itu seketika terhenti ketika kami masuk. Sayup-sayup kudengar suara-suara seperti menunjukkan kekaguman akan sesuatu. Kulihat beberapa pasang mata tertuju kearahku. Sampai akhirnya suara pak Hardiman memecahkan keheningan.
“Nah anak-anak! Hari ini kalian mendapatkan teman baru. Dia pindahan dari Jogja. Kalau kalian ada pertanyaan, nanti saja setelah dia memperkenalkan diri!”.
“Sekarang silakan kamu memperkenalkan diri”,lanjutnya.
“Selamat pagi temen-temen. Perkenalkan nama saya Rheo Wijatmoko. Kalian bisa panggil saya Rheo. Saya pindahan dari Jogja. selama saya disini,saya mohon bantuan temen-temen supaya saya betah di sekolah ini”,ujarku seraya memperkenalkan diri.
Sebuah tangan teracung ke atas dari sudut belakang kanan hadapanku dan berkata,’Hi Rheo. Welcome to the class. Gue Panda, just call me like that. Btw kenapa loe pindah ke
“Pa loe ngga betah di Jogja?”,lanjut cowok bertubuh tambun itu.
“Saya pindah kesini karena ayah saya pindah tugas ke
“Sekeluarga? Kirain sekelurahan”, sahut cowok yang duduk dibaris ketiga didepanku diikuti koor tawa seisi ruangan disambut senyuman dariku.
“Btw,gue Ican. Sori…tadi gue cm becanda. Btw lagi,loe tinggal dimana?”,lanjutnya.
“Saya baru disini. Jadi saya belum hapal bener alamat rumah saya. Tapi sekarang saya tinggal di daerah Bintaro”,jawabku.
Tiba-tiba sebuah tangan teracung. “Mmm…Kamu udah punya pacar belom?”,tanya cewek dibelakang Ican diikuti sorakan “Huu…!!!” seisi kelas.
“Kenapa sich? sirik aja loe smua. Nggak bisa liat orang usaha dikit”, sahutnya membela diri.
“Heh…Tanya! Usaha..usaha…mang loe kang sayur yach? Loe sih pada dasarnya emang ngga bisa liat cowok bening dikit. Liat dikit, udah langsung mo disosot aja!”, kata Panda. Lagi-lagi aku dibuat tersenyum oleh teman-teman baruku nanti.
“Sudah! Sudah! Pertanyaan kalian nanti dilanjutkan lagi nanti pas jam istirahat. Nah Rheo, kamu bisa duduk disitu. Tanya kamu pindah ke situ”,kata pak Hardiman menyuruhku duduk ditempat duduk Tanya.
“Tapi pak! Saya
“Lagian sapa juga yang mo duduk ma loe, centil!”, tukas cowok itu.
“Heh..heh..sudah! sudah! Jangan ribut. Tanya, silakan kamu pindah ke tempat duduk Oja”,ujar pak Hardiman menengahi. Tanya pun bergerak dengan enggan ke tempat cowok itu.
“Dan Rheo…silakan duduk”, tambahnya. Aku pun mengangguk dan langsung bergegas menuju tempat duduk yang sesaat lau ditempati Tanya. Kemudian pak Hardiman berkata lagi…
“Ketua kelas, sekarang jam pelajaran siapa? Lalu gerombolan nocturnal kemana?”.
“Sekarang jam pelajaran Ibu Ranti, pak. Biologi! Tapi Bu Ranti lagi nganter anaknya ke rumah sakit dan kami dikasih tugas sama Beliau yang dititipin ma pak Jaya tadi. Terus para nocturnal, tadi mereka minta izin ke saya mo ke perpus katanya, pak”,jelasnya.
“Mmm..ya sudah kalau begitu. Silakan kerjakan tugas kalian dan…jangan ribut!”, pesan pak Hardiman.
“Baik,pak!”, sahut seisi kelas.
Yah….sekaramg aku sudah disini. Menjadi salah satu siswa disalah satu SMA favorit di
Aku terlihat sibuk mencatat jadwal pelajaraku yang baru. Dibantu oleh teman-temanku yang secara sukarela membantu memberitahuku. Beberapa anak sibuk melanjutkan celotehannya yang tadi terputus oleh kehadiranku, sedangkan sebagian lainnya mengerjakan tugas yang diberikan.
Tiba-tiba suasana kelas kembali hening. Akupun menengadah untuk melihat apa yang terjadi. Empat orang berseragam putih abu-abu baru saja masuk. Dua orang didepan anak yang berambut ikal dan anak lain yang bertubuh besar, salah satunya terlihat seperti pemimpin mereka. Dia terlihat angkuh, jauh terlihat lebih angkuh dari dua orang dibelakangnya yang sudah terlihat angkuh. Satunya lagi terlihat tenang dan tidak seangkuh ketiga teman-temannya.
Ketika mereka hendak melangkah, anak yang paling angkuh tadi, melihat ke arahku dan kemudian mengangkat tangan kanannya memberi isyarat berhenti pada ketiga temannya. Lalu dia menunjuk ke arahku dan tiba-tiba anak yang bertubuh besar berjalan ke arahku. Dia lalu bergerak ingin memukulku, tapi dalam beberapa gerakan aku sudah bisa melumpuhkannya. Dia bergerak ingin melepaskan diri, tapi aku sudah mengunci gerakannya. Lalu….
“Lepasin dia. Dia bukan lawan yang sebanding buat loe”, ujar anak yang terlihat tenang tadi. Aku tersenyum padanya sambil terus mengunci gerakan orang yang sekarang berusaha melepaskan diri dariku dan dia pun balas tersenyum padaku.
“Tolongin gue Ndre!”, sahut anak yang bertubuh besar pada anak yang terlihat tenang tadi.
“Itu salah loe sendiri. Sapa suruh loe ngehajar dia?!”, anak angkuh tadi berbicara.
“Loe tadi khan nunjuk ke arah dia. Gue piker itu isyarat loe buat gue ngehajar dia. Lagian dia juga pasti anak baru, jadi gue langsung gerak aja buat ngehajar dia”, sahutnya sambil terus berusaha melepaskan diri.
“Gue tadi nunjuk dia karena gue kenal ma dia, bukannya nyuruh loe buat ngehajar dia. Let him go dude “, kata anak angkuh tadi.
Aku tersenyum padanya dan melepaskan anak tadi.
“Pa kabar Bro? lama loe nggak keliatan. Loe juga pergi nggak bilang-bilang ke kita”, anak yang terlihat tenang tadi berkata padaku.
“Kaya’ yang loe liat sekarang”, jawabku pada anak yang kukenal sebagai Andre, sahabatku waktu SMP dulu.
“Dia emang sok introvert Ndre. Pake acara pergi nggak bilang-bilang”, sela anak angkuh tadi.
“Gue ngga mo buat loe sedih ”. Riki anak angkuh tadi terlihat tersenyum sinis padaku.
“Udah…udah…nich kenalin…ini Ical”, sela Andre sambil menunjuk anak yang berambut ikal padaku. “Trus yang loe hajar tadi…. Thomas”,lanjutnya.
“Ical…”, dan
“Thomas…”.
“Rheo”, sambil balas berjabat tangan dengan mereka.
“So, loe pergi kemana selama ini?”, tanya Riki tiba-tiba.
“Jogja”, jawabku singkat.
“Jadi, loe berdua dah saling kenal?”, tanya Thomas.
“Iyalah…orang gue ma Rheo dah satu sekolah dari SD. Cuma abis lulus SMP aja dia ngilang ntah kemana”, jawab Riki.
“Lagian…gue ma Rhoe itu…”, tapi….
“Ki!! Jangan kasih tahu sebelum gue ngijininloe buat loe ngasih tau!”, ujarku memotong perkataan Riki. Sesaat dia terlihat kesal, tapi dengan kesepakatan non-verbal dia akhirnya mengerti dan selanjutnya…diam.
Aku dan Riki sebenarnya memiliki hubungan keluarga. Ayahnya adalah adik Papaku. Jadi sebenarnya aku dan dia adalah saudara sepupu. Aku tidak ingin memberitahukan hal ini pada orang lain karena alasan yang tidak ingin kusampaikan saat ini.
Aku dan Riki mengenal Andre saat duduk di kelas 2 SMP. Waktu itu dia ikut kedua orangtuanya pindah ke
“By the way, kenapa loe smua pada dipanggil gerombolan nocturnal?”,tanyaku.
“Itu karena kita suka ribut. Terus kalo kita gi suntuk disekolah, kita suka minggat ga jelas gimana caranya kita bisa minggat. Persis kaya’ hewan-hewan malem. Makanya kita dipanggil gerombolan nocturnal sama penduduk sekolah ini”, ujar Andre.
************
“Kenapa loe nggak ngebiarin gue ngasih tau ke anak-anak kalo loe tuch sepupu gue?”,ujar Riki ketika pulang sekolah. Lalu lalang anak-anak berseragam putih abu-abu melintas begitu saja didepan kami.
“Belum saatnya loe kasih tau. Tapi loe boleh kasih tau Ical ma Thomas kalo loe mau. Dan inget! Loe harus bilang ke mereka kalo mereka nggak boleh ngomong kalo kita sepupuan. Ngerti!!’.
“Iya…iya”,sahutnya.
Dari arah tempat parkir, Andre, Ical, dan Thomas berjalan ke arah kami.
************
Rembulan masih tetap tersenyum walaupun arak-arakan awan menutupi
Gemerisik dedaunan bernyanyi ikuti alunan nocturno disini
Celoteh riang penghuni malam terdengar riuh sambil menari
Seolah tak inginkan aku tuk jua pergi darimu disisi
Kebijaksanaan duka tak mampu tenangkan aku
Rasa sukaku pun tak dapat selimuti sedihku
Menebarkan tawa dihamparan taman jiwaku
Pun tak sanggup usir rasa gundah gelisahku
Sesaat kurasakan tangan sang Kehidupan manjamahku
Mencoba meraihku melalui tiap jengkal nafasku
Namun ku tak sanggup menepisnya pergi dariku
Dan bintang-bintang malam pun temani aku dalam tidurku
Pabila telah tiba saatku habis disini nanti
Kuingin kau temukan cintamu lain disisi hati
Saat lelapku adalah secarik jagaku di hari lain
Pada saat itulah aku ingin kau temukan aku dalam cintamu lain bermain
Kubaca lagi puisi yang kudapat tiga tahun lalu darinya sebelum aku beranjak tidur di hari malamku.
************
Di koridor sekolah keesokan harinya….
“Heh!! Kalo jalan liat-liat dong!! Punya mata nggak sich loe?!”, teriak salah seorang anak pada anak yang berkacamata. Anak itu bersama tiga orang temannnya yang lain. Anak itu seperti Thomas, bertubuh besar, hanya saja dia lebih pendek dibanding Thomas. Dibelakang kanannya ada anak yang sebaya dengannya yang kelihatan siap memberi pelajaran anak berkacamata. Anak itu tampan, tapi andai saja ia tidak bertampang seram seperti itu ia tentu jauh lebih tampan. Disamping kiri anak berkacamata ada anak yang memegangi sia anak berkacamata. Dia terlihat rapi seandainya rambutnya tidak dibiarkan berantakan. Dan terakhir, anak disamping anak yang yang memegangi si kacamata. Dia bersandar ditembok sambil meniup balon permen karet. Dia tenang dan tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya.
“Bencong!!! Beraninya cuma sama anak kecil. Keroyokan lagi !!”, seru Ical ketika melihat mereka.
“Nggak usah ikut campur!! Jangan mentang-mentang kalian anak kelas tiga, kalian bisa seenak jidat komentar kaya’ gitu !!”, kata anak yang berteriak tadi.
“Ooh…jadi kalian dah berani ngelawan?!! Sombong banget loe pada !!”, ujar Thomas.
Tiba-tiba anak yang mengunyah permen karet memandang kearah kami. Dia mulai memandangi Andre kemudian Ical, Thomas, Riki, lalu…. Aku. Matanya yang tajam memandangi satu persatu. Ketika dia melihatku, dia tampak terusik sambil terus memandang tajam ke arahku. Aku pun balas memandangnya sambil tersenyum. Lalu dia berkata pada ketiga temannya yang lain
“Lepasin si kacamata!! Kita pergi dari sini…”, katanya tenang.
“Lepasin??? Loe nggak takut ma mereka khan Re??”, kata anak yang memegangi si kacamata.
“Gue nggak takut ma mereka, tapi gue pengen pergi dari sini. Gue nggak pengen ribut ma mereka. Lagian, nggak ada gunannya kita ribut ma mereka. Ngerti loe Bram!!”, ujarnya lagi masih dalam keadaan tenang.
“Terus kenapa nggak kita hadepin aja mereka??”, protes anak yang berteriak tadi.
“Udah gue bilang nggak ada gunanya kita ribut ma mereka, Frans !!”, katanya lagi tapi kali ini suaranya terdengar sedikit terusik.
“Tapi Re !!... kita…..”, anak yang lain berkata, tapi segera dipotong oleh anak yang mengunyah permen karet tadi
“Nggak ada tapi Baim”. Dia terus memandang tajam ke arahku.
Mereka lalu pergi sambil memandang tajam kami dan ketika mereka sudah berlalu dari kami, mata anak yang mengunyah permen kret tadi terus menatapku sampai akhirnya dia hilang dari pandangan ketika berbelok menuju ke kantin sekolah.
“Dia Rehan. Anak kelas satu. Tiga lainnya loe pasti dah tau waktu Rehan nyebut nama nama mereka tadi”, jelas Riki ketika mereka hilang dari pandangan.
“Loe kenal dia Rhe? Koq dia ngeliatin loe mulu??”, tanya andre.
“Gue nggak kenal dia”.
************
No comments:
Post a Comment