Get $10 into Your paypal Account just for maintaining Your Email

affiliate program

EARN MONEY FROM YOUR WEBSITE

Turn your valuable web site traffic into money. Join our affiliate program. We offer the most pay-per-click rate to help maximize your revenue stream.

Imagine running of a something that never failed to provide you with cash-flow. A never ending income generator, a system so amazingly profitable that you never had to work for a boss ever again!

0 (ZERO) INVESTMENT PROGRAM

We designed this system specifically for NO COST methods, to make thousands, if not millions of dollars, without spending money.

Join our money making program absolutely free and 100% risk free.

Sign Up... Income while you sleep

INCOME WHILE YOU SLEEP

Earn $1,000... $2,000... $5,000...

Turn your site traffic into cash!

You get paid for every visitor that clicks on our advertizing. Our goal is to enable you to make as much as possible from your advertising space. We pay monthly, either by check, or instantly through PayPal.

Our program enables you to generate a steady stream of income, 24 hours a day, 7 days a week, 365 days a year. Allowing you more time to focus on the things you love.

You'll even be making money while your sleep!

Sign Up...

January 30, 2008

After OS Practical TesT

Pusing...pening..hidung mampet...kelas yang super dingi karena AC-na ada ditemperatur 28...
walhasil, keadaan gw semalem yang udah pilek trus disuruh temen gw jenguk temen gw yang baru aja pulang dari rumah sakit karena
abis kecelakaan, malem2 dengan suasana mendung+angin kenceng waktu gw bawa motor ke arah rumah dia...(panjang bgt ya??)jadi tambah mampet.

Ditambah ujian semester PSO1 yang tiap jawabannya kudu pake karangan deskripsi+pake majas hiperbola, nambah bikin perut yang laper karena dingin jadi tambah laper karena uler2 diperut gw bikin konser akbar...

Tapi yang lalu biarlah berlalu...tinggal nunggu nilai-nya keluar aja^_^
Dengan ini , gw ngucapin sampe ketemu di PSO 2...

January 29, 2008

Akhirnya...

At least..
tempat sampah saya akhirnya normal lagi...
buat smuanya, ditunggu kritikan, saran, dan masukannya^_^

January 28, 2008

Rheo Part II

Terdengar sebuah ketukan lembut dipintu kamarku. Dan sosok yang muncul dari balik pintu itu berkata...

“Kak, Rehan boleh masuk??”.

“Masuk aja. Lagian sejak kapan loe berubah sopan gitu?”, ujarku.

Dia pun melangkah masuk ke kamrku dan mengambil joystick PS2 yang tergeletak tak jauh dariku. Kemudian ia berkata lagi...

“Kakak nge-net lagi yach?”.

“Ya..biasalah”, sahutku.

“Kak, tadi waktu disekolah…bukan Rehan yang nyuruh mereka. Sumpah… kakak liat sendiri kan? Rehan tadi cuma bersandar ditembok”, jar dia tiba-tiba sembari memasang tampang memelas berharap aku percaya.

“Iya gue liat koq. Lagian gue juga ga bakal ngapa-ngapain kalopun misalnya loe juga ikut-ikutan ngeganggu si kacamata”, jawabku tenang dan kemudian aku berbalik kepadanya dan tersenyum.

Rehan adalah salah satu adikku. Dia anak kedua dikeluargaku. Selain dia aku masih punya satu adik lagi, adik perempuan. Si bungsu, namanya Mirelle. Rehan seperti yang sudah diceritkan sebelumnya, masih duduk dikelas satu SMA, dan ia satu sekolah denganku. Diantara adik – adikku, Rehan yang bisa dikatakan paling dekat denganku. Sedangkan Mirelle, ia lebih cenderung bersifat manja dengan kedua orangtuaku. Mirelle sendiri duduk dibangku SMP kelas 3. Meskipun begitu, aku dan adik-adikku tidak pernah mendapatkan kasih saying yang berbeda dari orangtua kami. Dan itulah yang pantas kami syukuri. Kami bahagia dengan keadaan kami.

Aku dan adik-adikku bukan keturunan Indonesia asli. Papaku sendiri asli orang Jepang dan Mamaku asli Jogjakarta. Ceritanya, dulu waktu masih muda Papaku dan adiknya kabur dari rumahnya karena tidak tahan dengan sikap Ayah mereka. Mereka pun akhirnya memutuskan migrasi ke Indonesia. Di Indonesia, Papaku melanjutkan kuliahnya di Jogja dan disana pula Papa bertemu wanita yang membuatnya jatuh cinta. Wanita itulah yang akhirnya jadi pendamping hidup Papaku sekarang.

Sedangkan adik Papa, akhirnya menikah dengan seorang wanita asal Solo. Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Riki Hadinata.

Aku dan adik-adikku sebenarnya punya nama Jepang pemberian Papa, tapi tidak kami gunakan dengan alasan kami tinggal di Indonesia dan bukan di Jepang.

Kakekku, meskipun pada awalnya bersikap keras pada anak-anaknya pada akhirnya bersedia memaafkan mereka. Kakek meminta Papa dan Omku untuk kembali ke Jepang. Tapi mereka menolak karena bisnis mereka di Indonesia sedang berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat, jadi mereka memutuskan untuk menunda kepulangan mereka ke Jepang. Papa dan Om pun berjanji pada Kakek, bila tidak ada pekerjaan yang sangat penting mereka akan kembali ke Jepang.

************

Hari minggu itu, matahari disudut timur berlari-lari kecil menerobos mencoba mencuri-curi kesempatan untuk memberikan sinarnya dari balik arak-arakan awan. Rinai titik air terlihat sedang melakukan atraksi terjun bebas dari sela-sela dedaunan pohon pinus di taman rumahku, tanda seusai hujan tadi malam. Rerumputan pun terlihat hijau segar kembali oleh sisa-sisa air hujan.

Di sudut taman, terlihat Papa dan Rehan sedang bermain shogi, sejenis permainan catur ala Jepang di gazebo belakang rumah. Mama dan Mirelle pun terlihat asyik melihat permainan mereka sembari terkadang memberi komentar permainan mereka.

“Mau kemana Rheo?”, tanya Mama saat melihatku berjalan kea rah garasi.

“Rheo cuma mau berkunjung ke suatu tempat Ma. Dah lama Rheo ga kesana”.

“Tempat apa sih Rhe?”, tanya Papa penasaran.

“Cuma tempat yang punya kenangan tersendiri buat Rheo koq Pa. Rheo pamit dulu ya Ma…Pa…”, jawabku sembari mencium tangan mereka.

“Koq kakak ga cium tangan Mirelle juga kak?”,sahut si Bungsu.

“Iya..iya. mana sini?”, kataku sambil menyodorkan tanganku. “Gue pergi ya Han?”, kataku kemudia pada Rehan.

“Hem……ati-ati dijalan ya Kak”.

Ketika aku hendak membuka pintu mobil, dari arah gazebo terdengar sorakan, “Papa kalah!! Papa kalah…!!!”.

************

Mobilku melaju diantara ramainya kendaraan yang lalu lalang ditiap ruas jalan di Jakarta. Kususuri jalan-jalan ibukota dengan perasaan bercampur aduk. “Haruskah aku ketempat itu?”, tanyaku dalam hati.

Aku menelusuri jalan setapak sambil memmbawa seikat bunga yang kubeli dekat aku memarkirkan mobilku. Sesampai ditempat yang aku tuju, didepan mataku terbentang sebuah pusara diantara pusara-pusara yang lain. Sekali lagi, setelah sekian lama aku harus melihat tulisan yang tertera pada nisan pusara itu…

Renata S

binti

Brawijaya

Lahir: 14-08-85

Wafat: 04-09-99

Aku lalu berjongkok disamping pusara itu, lalu berkata dalam hati,”Aku kembali sayang…”.

Aku terdiam seribu bahasa disamping pusara. Air mataku terkadang mencuri kesempatan untuk keluar dari mataku. Sampai akhirnya kubiarkan saja air mataku keluar dan bermain di pipiku.

“Sudah dua tahun sayang…”, kataku sedikit terisak. Lalu aku pun seperti tersedot masuk kedalam pusaran kenanganku.

Saat itu aku duduk diruangan serba putih. Disitu aku duduk sambil memegang tangan Rena yang terbaring lemah didepan mataku. Botol dan jarum infus menghiasi sekujur tubuhnya. Dia terbaring disitu karena kecelakaan yang menimpanya sekitar lima jam sebelumnya. Dia belum sadar dari kritisnya dan disampingnya aku terus berdoa agar dia segera pulih.

Tak lama kemudian, kelopak matanya terbuka. Dia tersenyum kepadaku, lalu berkata,”Abie…kamu disini. Aku ada dimana?”.

“Iya..aku disini. Kamu sekarang ada dirumah sakit. Kamu sekarang jangan banyak gerak dulu ya Bunda. Kamu harus istirahat biar kamu cepet sembuh.”

“Maafin aku ya, Abie..dah buat kamu cemas” ,ucap Rena lirih.

“Ga ada yang perlu dimaafin Nda…” , jawabku berusaha menenangkan.

Menit-menit berlalu dengan obrolan kami. Dia memintaku mengambilkan secarik kertas dan pena untuknya. Dan dia, mulai menulis…sebuah puisi. Setelah itu dia berkata pelan

“Abie harus simpan ini baik-baik”.

Esok harinya, pukul 07.35, aku menerima telepon dari Mamanya Rena.

“Rheo…kamu yang tabah ya sayang. Rena baru aja kembali ke Yang Maha Kuasa…”, suara diseberang sana memberi tahuku diantara isak tangisnya.

Aku tak mampu membendung rasa dukaku. Baru kemarin Rena mengobrol dan membuatkan puisi untukku. Aku lalu teringat pada puisi yang dibuatnya kemarin dan belum sempat kubaca. Setelah selesai membacanya…

“Tuhan…mengapa Kau ambil dia dariku?!”, isakku pelan.

Aku ikut mengantarkan Rena ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Menemaninya disaat-saat dia hendak beristirahat dari lelah dunianya selama ini.

Kejadian tiga tahun lalupun memudar dan digantikan dengan kenangan berikutnya. Satu tahun berikutnya aku kembali kesini. Menatap sedih pusara didepan mataku. Lalu…

“Bunda…aku udah jadian sama Kinan. Udah dua bulan. Tapi sekarang aku harus pergi… aku harus ngelanjutin studi aku disana”, ujarku saat itu.

Dan sekarang, aku kembali kesini. Bukan untuk mengantarkan ataupun pamit padanya. Aku hanya ingin menumpahkan rasa kangenku padaya. Aku pun bercerita pada pusara didepanku tentang semua yang terjadi padaku selama dua tahun terakhir. Kemudian berkata,” Dia mengkhianatiku…”.

************

“Huh…quesioner lagi…quesioner lagi”, keluh Thomas di Senin pagi itu. “Siapa sih yang doyan ngasih kita quesioner tiap hari Pak?”, tambahnya.

“Iya nih Pak…udah orangnya ga jelas, pake acara ngasih quesioner lagi”, sahut Tanya.

“H.T…katanya sih mahasiswa asal Jepang. Tapi koq ga pernah ngasih liat wujud aslinya. Jangan-jangan keturunan jin tuh orang”, ucap Ican. Aku pun tersenyum mendengar ucapannya.

“Sudah…sudah. Jangan banyak ngeluh. Yang penting kalian isi saja quesionernya”, kata Pak Ramdan, wali kelas kami menenangkan.

************


“Eh, Rhe…ntar sore loe ikut kan nonton pertandingan basket disekolah kita?”, tanya Andre pada saat kami berjalan keluar dari perpus.

“Jam berapa?”, tanyaku.

“Jam 3…loe dateng kan?”.

“Iya..gue dateng. Tenang aja…”.

“Hmmmm…mereka lagi ”, kata Andre sambil menunjuk kea rah rehan dan teman-temannya. Dari arah belakang, kami dikejutkan oleh suara Riki

“Da pa?mereka buat onar ma loe berdua?”.

“Nggak koq”, jawab Andre.

Kulihat Rehan dan teman-temannya pergi ketika melihat kami. Mata mereka sudah tidak lagi tertujub kepada kami seperti sebelumnya. Sepertinya Rehan sudah memberitahukan sesuatu kepada mereka.

************

Sore itu, pertandingan basket sudah dimulai. Aku datang terlambat karena ada sesuatu urusan yang harus Aku selesaikan. Aku mulai mencari-cari dimana teman-temanku berada. Sampai akhirnya aku melihat mereka duduk dibawah pohon didepan laboratorium fisika. Aku tidak menyadari bahwa sejak Aku tiba disini, Aku sedang diawasi oleh seseorang.

“Koq telat Rhe?”, tanya Riki ketika Aku sampai ditempat mereka.

“Gue ada urusan bentar”.

“Rhe…loe kemaren cerita tetntang Kinan kan?. Gue mo ngasih tau klo…” belum selesai dia bicara, tiba-tiba ada yang mendekapku dari arah belakang.

“Rheo…sayang… kamu udah pulang Babe?”,ujar suara dibelakangku. Aku lalu melepaskan dekapannya dan kemudian berbalik.

“Kinan…?”, kataku sedikit terkejut. Kulihat dia tersenyum kepadaku.

“Aku kangen banget ma kamu Babe”, katanya sambil kembali memelukku. Kurasakan ada nada kegembiraan dalam nada suaranya, tapi itu malah membuatku semakin tak ingin bertemu dengannya dan ingin segera lepas dari pelukannya.

“Kamu kenapa sih Babe? Kamu ga kangen sama aku?”. Kulihat ada seseorang yang kukenal dua tahun lalu mengawasi dari bangku pamain basket sekolah lain. Dia lalu berjalan menuju ke arahku.

“Kinan ngapain kamu disini sayang? Dan siapa cowok i…”, kalimatnya terhenti saat melihatku. Lalu berkata lagi

“Rheo? Loe Rheo kan? Pa kabar?”.

“Baik…”, jawabku hambar.

“Kinan?kamu kenal Rheo? Dia sahabat kamu?”, tanya cowok itu. Ada ekspresi tidak nyaman terlihat diwajah Kinan.

“Raya, kamu kenal Rheo dimana?”, tanya Kinan sedikit takut.

“Aku kenal waktu dirumah sakit. Kamu inget kan waktu aku nungguin kamu dirumah sakit pas kamu kena DBD dua tahun lalu. Waktu itu aku cerita ke kamu ada cowok yang salah masuk kamar”. Kulihat wajah Kinan sedikit terkejut, lalu dia melihatku. Matanya mulai sedikit berkaca-kaca.

Ingatan itupun muncul kembali didepanku. Kejadian satu setengah tahun yang lalu memaksaku untuk mengingatnya kembali.

Aku sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia pada awal liburan semesterku. Ketika sampai di Bandara, aku mendapat telepon kalau Kinan masuk rumah sakit karena terserang DBD. Aku pun langsung menuju kesana. Tapi sesampainya disana, Aku melihat sesuatu yang tidak ingin aku lihat. Duduk disamping Kinan, seorang laki-laki yang dengan penuh kasih sayangnya mengenggam tangan Kinan sementara Kinan terlelap.

Laki-laki itu melihatki yang sedang berdiri di ambang pintu masuk. Aku pun pergi meninggalkan pemandangan itu dengan perasaan sedih dan kecewa. Tapi laki-laki yang kulihat bersama Kinan tadi mengejarku, lalu berteriak

“Hei…! Tunggu! Loe ngapain tadi?”, tanyanya sedikit kasar.

“Oh…maaf. Gue pikir itu tadi ruang perawatan sepupu gue. Tapi bener koq tadi gue ga sengaja ngeliat loe lagi…”kataku sedikit berpura-pura.

“Ooo…gue pikir loe tadi mau ngelakuin tindak criminal. Kalo gitu gue juga minta maaf dech dah mikir yang macem-macem tentang loe. Gue Raya, dan itu tadi pacar gue. Dia kena DBD. Makanya dia dibawa kesini”.

“Pacar loe? Udah lama jadiannya? Keliatannya mesra banget?”, tanyaku dengan perasaan getir yang kusimpan dalam hati.

“Iya..gue dah jadian sama dia enam bulan”. Deeg…enam bulan?? Itu artinya sejak aku pergi melanjutkan studi…

“Btw, nama loe siapa?”, tanya laki-laki itu.

“Panggil aja gue Rheo..”, kataku sambil berlalu darinya.

…………………………………………

“Kin, sebaiknya loe lepasin Rheo. Udah cukup loe nyakitin perasaan dia.”, ujar Riki membuyarkan ingatanku.

“Maksud loe apa?”, tanya Raya.

“Maksudnya, gue minta Kinan buat jangan pernah nemuin Rheo lagi dan mulai sekarang Rheo udah bukan cowok seorang Kinan lagi”.

“Kinan??”, Raya mencoba mencari penjelasan.

“Loe dongo’ pa o’on sih? Loe tuh dibo’ongin ma Kinan. Sebelum dia jadian sama loe, dia dah jadian ma Rheo. Itu artinya, loe jadi selingkuhannya”, sahut Riki pedas.

“Kinan…”, Raya mencoba untuk tidak percaya ucapan Riki.

“Maafin aku Raya..aku manfaatin kamu selama ini”,ucap Kinan lirih. Dia lalu melihat ke arahku, lalu berkata, “Tapi aku masih sayang kamu Rhe…”.

“Udah ga da gunanya Kin. Gue dah terlanjur sakit hati karena loe. Loe dah bikin gue kecewa. Selama gue ga ada, loe dah selingkuh ma orang lain, loe ga pernah bales semua email yang gue kirim ke loe, ato nerima telepon dari gue”, kataku berusaha tenang.

“Tapi Rhe… aku ga mau pisah dari kamu..”, isaknya.

“Loe ga mau pisah? Loe sadar ga sama ucapan loe? Loe ga mau pisah tapi disisi lain loe udah ngekhianatin kepercayaannya dia. Punya otak ga sih loe?”, sela Riki. “ lagian mo dikemanain selingkuhan loe?!”, lanjut Riki.

“Rhe…please…”, Kinan memohon disela tangisnya.

“Kin…kita sampe disini aja ya? Lagian kasian Raya kalo loe masih sama sama gue. Waktu yang loe abisin kan lebih banyak sama dia daripada sama gue”, ujarku tenang.

“Tapi Rhe…aku masih sayang banget sama kamu”, lirih Kinan sambil memegang tanganku.

“Nggak…nggak ada tapi-tapi. Loe baik-baik ya ma Raya”, ucapku. Kulihat wajah Kinan yang basah karena air mata. Dia seolah tidak ingin melepaskanku. Tapi rasa sakitku lebih besar dari rasa bahagiaku. Dukaku lebih besar dari sukaku. Aku lalu melepaskan diri dari pegangan tangan Kinan dan Aku pun beranjak pergi dari tempat itu tanpa menatap Kinan yang masih menangis.

“Semua udah berakhir Kin…”, ucapku dalm hati.

************

“Ki… Rheo dah tiga hari ga masuk sekolah. Dia kemana sih?”, tanya Andre Kamis itu sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

“Ga tau. Gue udah coba ngecek kerumahnya tiga hari ini, tapi orang-orang dirumahnya bilang kalo dia lagi pergi. Dari pagi ampe malem lagi…”.

Lalu suasana kelas 3 IPA A berubah hening ketika Pak Jaya, Kepala Sekolah masuk. Seisi kelas terkejut ketika melihat orang yang berjalan dibelakangnya.

“Anak-anak…hari ini, mahasiswa asal Jepang yang sering ngasih kalian quesioner akan kembali ke Jepang. Dia kesini untuk mengucapkan terima kasihdan sekalian pamit pada kalian semua”.

“Tapi Pak? Ga mungkin dia kan Pak orangnya?”, ujar Thomas.

“Iya… gue orangnya Mas”, sahutku.

“Nggak mungkinlah Rhe. Nggak mungkin sekarang loe dah jadi mahasiswa. Loe tuh klo becanda yang masuk akal dikit napa”, ujar Riki. “Lagian di quesioner itu namanya…”

“H.T..Hikaru Takizawa. Loe ga lupa sama nama Jepang gue kan?”, potongku.

“Tapi gue piker itu bukan loe”, sahut Riki.

“Terus kenapa bisa loe jadi mahasiswa?”, tanya Andre.

“Waktu gue ngelanjutin studi gue ke Jepang, Bokap masukin gue disekolah ngetop disana. Ngeliat prestasi gue yang kaya’ anak lainnya, akhirnya gue direkomendasiin pihak sekolah buat ikut tes masuk Universitas, setahun waktu gue mulai sekolah disana. Dan gue lulus tes masuk, dan sampai sekarang gue tercatat sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi di Universitas Tokyo”.

“Tapi loe bilang kan selama ini loe ngelanjutin studi di Jogja?”, sahut Riki belum bisa menerima.

“Itu cuma cerita karangan gue Ki..”, ujarku.

Aku lalu berpamitan pada teman-temanku dan mengucapkan terima kasih pada mereka. Pada awalnya Riki belum bisa menerima, tapi berkat penjelasanku dan bujukan dari Andre, Ical, dan Thomas akhirnya dia bisa mengerti.

Ketika Aku berjalan di lorong koridor sekolah, Rehan dan teman-temannya menghampiriku.

“Mo nagapain loe semua?”, sahut Riki yang ikut mengantarku sampai depan gerbang sekolah.

“Cuma mo ngeliat kakak gue buat terkhir kalinya disini”, balas Rehan enteng.

“Kakak?”, tanya Riki sambil menoleh ke arahku.

“Iya… masa loe lupa sih ma sepupu loe sendiri? Adik gue yang nomer dua. Yang sering loe liat dirumah itu kan si Mirelle”, jawabku sambil tersenyum.

“Kak…ati-ati yach. Kakak harus janji klo kakak dah selesai kuliah disana, kakak harus balik lagi ke Indonesia”.

“Beres…”, ucapku.

“Oia…kak. Ini ada oleh-oleh dari kita. Anggep aja ini kado permintaan maaf dari kita karena waktu itu pernah nantangin Kakak”, kata Bram sambil memberikan sebuah bingkisan kepadaku.

“Thanx ya…”, ucapku pada Bram.

Aku juga kemudian berpamitan pada Rehan dan teman-temannya.

************

Didalam mobil, aku melihat-lihat Jakarta sebelum aku pergi ke Bandara. Lalu aku meminta supir untuk pergi ke suatu tempat…

“Bunda…Abie harus pergi lagi. Semua urusan aku disini dah aku selesaiin semuana termasuk urusanku sama Kinan. Abie janji suatu hari nanti, Abie bakal balik kesini lagi. Abie bakal jenguk Bunda lagi disini. Abie sayang Bunda…”, bisikku.

“Sampai nanti…Bunda”.

Dan pusara itu jadi saksi kepergianku lagi.

January 26, 2008

Two Days B4 Exam

Two days...
Yeah...just two days before I have to face the final exam...
What should I do????
Have more practice??
Something which I can't think to decide it....
Hope I can through this...

January 24, 2008

AnNounCe t0 alL of my fRieNds..
SiNce my bL0g's stilL oN
uNderReconStruCtion aNd da go0Gle
acCouNt's n0t caPabLe f0r tHis tiMes, I juZ wanNa sAy soRry iF U're fiNd a LoT 0f miNus on my bLog..

Hope U could be understand...^_^

January 03, 2008

Kebohongan Teori Kapitalisme

Intervensi Bank of England Menyingkap Kesalahan mendasar Teori-teori Kapitalisme. Baru-baru ini, Bank-bank sentral Negara-negara G7 mengumumkan mengatur secara bersama suntikan dana sebesar $ 50 milyar pada sistim keuangan mereka. Hal ini merupakan bukti kesalahan sistim kapitalisme; pada teori moneter; dan pada penerapan kebijakan-kebijakan ekonomi ala barat ke seluruh dunia , seharusnya pemerintah tidak terlibat dalam urusan komersial. Ini juga merupakan pengakuan yang jelas bahwa politik yang pragmatis untuk menyelamatkan pasar uang dari kehancuran pada akhirnya menjadi suatu keharusan . Teori-teori keuanganpun tidak terbukti. Semuanya berawal dari bangkrutnya sebuah bank kecil, Northern Rock, yang menginventasikan modal dalam jumlah besar pada hipotik pasar perumahan untuk masyarakat kurang mampu (sub-prime housing market mortgages). Keruntuhan bank itu menghancurkan juga banyak aksioma ekonomi kapitalis bahwa pasar modal mereka adalah efisien, harga saham menunjukkan nilai yang sebenarnya dari sebuah perusahaan; dan informasi yang sempurna dan kompetisi di pasar yang secara otomatis akan menjamin adanya alokasi dana pada wilayah-wilayah ekonomi yang paling produktif. Semua asumsi ini adalah prinsip-prinsip dasar dari sistim kapitalisme. Namun ternyata terbukti telah gagal seperti yang terjadi pada Bank Northern Rock.

Para ahli ekonomi yang berhaluan moneter tidak percaya akan adanya intervensi. Berabad-abad hal ini menjadi perselisihan antara ahli ekonomi aliran moneter dengan ahli ekonomi aliran Keynesian (John Maynard Keynes). Namun, ahli ekonomi moneter Bank of England mendukung Northern Rock dengan bantuan sebesar £ 3 juta per minggu dan telah mengumumkan secara terbuka bantuan sebesar jutaan dolar itu. Tujuannya agar pasar uang yang lancar dan efisien. Hal ini secara fundamental bertentangan dengan pendapat para pendiri monetarisme seperti Milton Friedman yang beranggapan bahwa intervensi pemerintah di pasar adalah sumber ineffesiensi dan akar dari kegagalan ekonomi dan keuangan. Krisis yang berlarut-larut ini menyingkap kebijakan utama Barat terhadap Negara-negara berkembang – yakni kebijakan : lakukan seperti yang saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan (do as I say, not as I do). Negara-negara berkembang terus diceramahi, dipengaruhi, tapi kebanyakan dipaksa untuk melakukan hal itu melalui persetujuan pinjaman struktural baik dengan syarat bilateral maupun multilateral untuk mengadopsi kebijakan-kebijakan seperti pemotongan tarif perdagangan; pemotongan pembelanjaan publik; dan pembukaan sumber-sumber domestik dan pasar energi untuk berkompetisi dengan pihak asing. Hal ini dilakukan berdasarkan laissez faire theory (teori yang menyebutkan bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan komersial) yang dogmatis.

Teori ini memang didorong oleh motivasi kapitalis, walaupun kebijakan-kebijakan ini amat membahayakan ekonomi Negara-negara berkembang. Termasuk membahayakan tersedianya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi kelompok masyarakat yang amat memerlukan dukungan Negara untuk sekedar bisa survive. Sikap yang bermuka dua dan tindakan standar ganda ini menunjukkan secara jelas sikap tidak jujur dari kebijakan barat di negeri mereka sendiri. Mereka dengan suka rela terlebih dulu melakukan asumsi-asumsi pasar bebas untuk melindungi ekonomi mereka.

Sebaliknya masyarakat di Negara-negara berkembang dipaksa untuk melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi yang berbahaya ini, karena Barat tahu akan akibat dan penderitaan yang amat serius yang akan dirasakan oleh masyarakat yang lemah. Tak urung, hal ini menyingkap sifat dasar sistim kapitalis yang eksploitatif: sebuah sistim yang didasarkan hanya pada keuntungan personal yang tidak dapat mengangkat kesejahteraan semua penduduk dunia. (Riza Aulia ; sumber www.hizb.org.uk 22 Desember 2007)

Rheo Part I

Riuh ramai celoteh anak-anak dari setiap ruang kelas yang kulewati di sekolah ini, menandakan bahwa jam pelajaran pertama belum dimulai. Sosok tegas yang berjalan didepanku, menuntunku melewati tiap-tiap lorong ditempat ini. Sampai akhirnya dia dan aku berhenti didepan sebuah ruangan dan diatas pintu ruangan itu tertera tulisan “3 IPA 1”.

“Nah ini dia kelasnya”,kata orang itu padaku yang tak lain adalah Wakasekbid kesiswaan sekolah ini, pak Hardiman. “Mari masuk”,lanjutnya.

Aku pun mengikuti langkahnya masuk ke ruangan itu. Celoteh ramai anak-anak di ruangan itu seketika terhenti ketika kami masuk. Sayup-sayup kudengar suara-suara seperti menunjukkan kekaguman akan sesuatu. Kulihat beberapa pasang mata tertuju kearahku. Sampai akhirnya suara pak Hardiman memecahkan keheningan.

“Nah anak-anak! Hari ini kalian mendapatkan teman baru. Dia pindahan dari Jogja. Kalau kalian ada pertanyaan, nanti saja setelah dia memperkenalkan diri!”.

“Sekarang silakan kamu memperkenalkan diri”,lanjutnya.

“Selamat pagi temen-temen. Perkenalkan nama saya Rheo Wijatmoko. Kalian bisa panggil saya Rheo. Saya pindahan dari Jogja. selama saya disini,saya mohon bantuan temen-temen supaya saya betah di sekolah ini”,ujarku seraya memperkenalkan diri.

Sebuah tangan teracung ke atas dari sudut belakang kanan hadapanku dan berkata,’Hi Rheo. Welcome to the class. Gue Panda, just call me like that. Btw kenapa loe pindah ke Jakarta?”.

“Pa loe ngga betah di Jogja?”,lanjut cowok bertubuh tambun itu.

“Saya pindah kesini karena ayah saya pindah tugas ke Jakarta. Jadi kami sekeluarga juga ikut pindah”.

“Sekeluarga? Kirain sekelurahan”, sahut cowok yang duduk dibaris ketiga didepanku diikuti koor tawa seisi ruangan disambut senyuman dariku.

“Btw,gue Ican. Sori…tadi gue cm becanda. Btw lagi,loe tinggal dimana?”,lanjutnya.

“Saya baru disini. Jadi saya belum hapal bener alamat rumah saya. Tapi sekarang saya tinggal di daerah Bintaro”,jawabku.

Tiba-tiba sebuah tangan teracung. “Mmm…Kamu udah punya pacar belom?”,tanya cewek dibelakang Ican diikuti sorakan “Huu…!!!” seisi kelas.

“Kenapa sich? sirik aja loe smua. Nggak bisa liat orang usaha dikit”, sahutnya membela diri.

“Heh…Tanya! Usaha..usaha…mang loe kang sayur yach? Loe sih pada dasarnya emang ngga bisa liat cowok bening dikit. Liat dikit, udah langsung mo disosot aja!”, kata Panda. Lagi-lagi aku dibuat tersenyum oleh teman-teman baruku nanti.

“Sudah! Sudah! Pertanyaan kalian nanti dilanjutkan lagi nanti pas jam istirahat. Nah Rheo, kamu bisa duduk disitu. Tanya kamu pindah ke situ”,kata pak Hardiman menyuruhku duduk ditempat duduk Tanya.

“Tapi pak! Saya kan duduk sendirian. Lagian, kenapa saya mesti duduk sama Oja?”, protesnya sambil menunjuk cowok yang duduk dibaris ketiga dibarisan tempat duduk didepan meja guru.

“Lagian sapa juga yang mo duduk ma loe, centil!”, tukas cowok itu.

“Heh..heh..sudah! sudah! Jangan ribut. Tanya, silakan kamu pindah ke tempat duduk Oja”,ujar pak Hardiman menengahi. Tanya pun bergerak dengan enggan ke tempat cowok itu.

“Dan Rheo…silakan duduk”, tambahnya. Aku pun mengangguk dan langsung bergegas menuju tempat duduk yang sesaat lau ditempati Tanya. Kemudian pak Hardiman berkata lagi…

“Ketua kelas, sekarang jam pelajaran siapa? Lalu gerombolan nocturnal kemana?”.

“Sekarang jam pelajaran Ibu Ranti, pak. Biologi! Tapi Bu Ranti lagi nganter anaknya ke rumah sakit dan kami dikasih tugas sama Beliau yang dititipin ma pak Jaya tadi. Terus para nocturnal, tadi mereka minta izin ke saya mo ke perpus katanya, pak”,jelasnya.

“Mmm..ya sudah kalau begitu. Silakan kerjakan tugas kalian dan…jangan ribut!”, pesan pak Hardiman.

“Baik,pak!”, sahut seisi kelas.

Yah….sekaramg aku sudah disini. Menjadi salah satu siswa disalah satu SMA favorit di kota ini. Seperti yang sudah kuceritakan diatas, namaku Rheo Wijatmoko. Aku tiba di Jakarta dua hari yang lalu. Ada sebagian cerita diatas yang merupakan hal yang bukan sebenarnya dan itu karena alasan yang akan kalian tahu nanti saat selesai membaca cerita ini. Aku anak pertama dari 3 bersaudara dan di kota ini, aku tinggal bersama kedua orangtuaku. Tapi aku belum akan menceritakan tentang adik-adikku dan orang tuaku.

Aku terlihat sibuk mencatat jadwal pelajaraku yang baru. Dibantu oleh teman-temanku yang secara sukarela membantu memberitahuku. Beberapa anak sibuk melanjutkan celotehannya yang tadi terputus oleh kehadiranku, sedangkan sebagian lainnya mengerjakan tugas yang diberikan.

Tiba-tiba suasana kelas kembali hening. Akupun menengadah untuk melihat apa yang terjadi. Empat orang berseragam putih abu-abu baru saja masuk. Dua orang didepan anak yang berambut ikal dan anak lain yang bertubuh besar, salah satunya terlihat seperti pemimpin mereka. Dia terlihat angkuh, jauh terlihat lebih angkuh dari dua orang dibelakangnya yang sudah terlihat angkuh. Satunya lagi terlihat tenang dan tidak seangkuh ketiga teman-temannya.

Ketika mereka hendak melangkah, anak yang paling angkuh tadi, melihat ke arahku dan kemudian mengangkat tangan kanannya memberi isyarat berhenti pada ketiga temannya. Lalu dia menunjuk ke arahku dan tiba-tiba anak yang bertubuh besar berjalan ke arahku. Dia lalu bergerak ingin memukulku, tapi dalam beberapa gerakan aku sudah bisa melumpuhkannya. Dia bergerak ingin melepaskan diri, tapi aku sudah mengunci gerakannya. Lalu….

“Lepasin dia. Dia bukan lawan yang sebanding buat loe”, ujar anak yang terlihat tenang tadi. Aku tersenyum padanya sambil terus mengunci gerakan orang yang sekarang berusaha melepaskan diri dariku dan dia pun balas tersenyum padaku.

“Tolongin gue Ndre!”, sahut anak yang bertubuh besar pada anak yang terlihat tenang tadi.

“Itu salah loe sendiri. Sapa suruh loe ngehajar dia?!”, anak angkuh tadi berbicara.

“Loe tadi khan nunjuk ke arah dia. Gue piker itu isyarat loe buat gue ngehajar dia. Lagian dia juga pasti anak baru, jadi gue langsung gerak aja buat ngehajar dia”, sahutnya sambil terus berusaha melepaskan diri.

“Gue tadi nunjuk dia karena gue kenal ma dia, bukannya nyuruh loe buat ngehajar dia. Let him go dude “, kata anak angkuh tadi.

Aku tersenyum padanya dan melepaskan anak tadi.

“Pa kabar Bro? lama loe nggak keliatan. Loe juga pergi nggak bilang-bilang ke kita”, anak yang terlihat tenang tadi berkata padaku.

“Kaya’ yang loe liat sekarang”, jawabku pada anak yang kukenal sebagai Andre, sahabatku waktu SMP dulu.

“Dia emang sok introvert Ndre. Pake acara pergi nggak bilang-bilang”, sela anak angkuh tadi.

“Gue ngga mo buat loe sedih ”. Riki anak angkuh tadi terlihat tersenyum sinis padaku.

“Udah…udah…nich kenalin…ini Ical”, sela Andre sambil menunjuk anak yang berambut ikal padaku. “Trus yang loe hajar tadi…. Thomas”,lanjutnya.

“Ical…”, dan

“Thomas…”.

“Rheo”, sambil balas berjabat tangan dengan mereka.

“So, loe pergi kemana selama ini?”, tanya Riki tiba-tiba.

“Jogja”, jawabku singkat.

“Jadi, loe berdua dah saling kenal?”, tanya Thomas.

“Iyalah…orang gue ma Rheo dah satu sekolah dari SD. Cuma abis lulus SMP aja dia ngilang ntah kemana”, jawab Riki.

“Lagian…gue ma Rhoe itu…”, tapi….

“Ki!! Jangan kasih tahu sebelum gue ngijininloe buat loe ngasih tau!”, ujarku memotong perkataan Riki. Sesaat dia terlihat kesal, tapi dengan kesepakatan non-verbal dia akhirnya mengerti dan selanjutnya…diam.

Aku dan Riki sebenarnya memiliki hubungan keluarga. Ayahnya adalah adik Papaku. Jadi sebenarnya aku dan dia adalah saudara sepupu. Aku tidak ingin memberitahukan hal ini pada orang lain karena alasan yang tidak ingin kusampaikan saat ini.

Aku dan Riki mengenal Andre saat duduk di kelas 2 SMP. Waktu itu dia ikut kedua orangtuanya pindah ke Jakarta. Dia dan keluarganya pindah dari Palembang karena bisnis orangtuanya sukses di kota ini, dan akhirnya dia juga bersekolah di kota ini. Ketika pulang sekolah, Andre dipalak oleh anak-anak yang biasa nongkrong di halte depan sekolah. Riki dan aku pun menolongnya, dan setelah kejadian itu kami bersahabat.

By the way, kenapa loe smua pada dipanggil gerombolan nocturnal?”,tanyaku.

“Itu karena kita suka ribut. Terus kalo kita gi suntuk disekolah, kita suka minggat ga jelas gimana caranya kita bisa minggat. Persis kaya’ hewan-hewan malem. Makanya kita dipanggil gerombolan nocturnal sama penduduk sekolah ini”, ujar Andre.

************

“Kenapa loe nggak ngebiarin gue ngasih tau ke anak-anak kalo loe tuch sepupu gue?”,ujar Riki ketika pulang sekolah. Lalu lalang anak-anak berseragam putih abu-abu melintas begitu saja didepan kami.

“Belum saatnya loe kasih tau. Tapi loe boleh kasih tau Ical ma Thomas kalo loe mau. Dan inget! Loe harus bilang ke mereka kalo mereka nggak boleh ngomong kalo kita sepupuan. Ngerti!!’.

“Iya…iya”,sahutnya.

Dari arah tempat parkir, Andre, Ical, dan Thomas berjalan ke arah kami.

************

Rembulan masih tetap tersenyum walaupun arak-arakan awan menutupi

Gemerisik dedaunan bernyanyi ikuti alunan nocturno disini

Celoteh riang penghuni malam terdengar riuh sambil menari

Seolah tak inginkan aku tuk jua pergi darimu disisi

Kebijaksanaan duka tak mampu tenangkan aku

Rasa sukaku pun tak dapat selimuti sedihku

Menebarkan tawa dihamparan taman jiwaku

Pun tak sanggup usir rasa gundah gelisahku

Sesaat kurasakan tangan sang Kehidupan manjamahku

Mencoba meraihku melalui tiap jengkal nafasku

Namun ku tak sanggup menepisnya pergi dariku

Dan bintang-bintang malam pun temani aku dalam tidurku

Pabila telah tiba saatku habis disini nanti

Kuingin kau temukan cintamu lain disisi hati

Saat lelapku adalah secarik jagaku di hari lain

Pada saat itulah aku ingin kau temukan aku dalam cintamu lain bermain

Kubaca lagi puisi yang kudapat tiga tahun lalu darinya sebelum aku beranjak tidur di hari malamku.

************

Di koridor sekolah keesokan harinya….

“Heh!! Kalo jalan liat-liat dong!! Punya mata nggak sich loe?!”, teriak salah seorang anak pada anak yang berkacamata. Anak itu bersama tiga orang temannnya yang lain. Anak itu seperti Thomas, bertubuh besar, hanya saja dia lebih pendek dibanding Thomas. Dibelakang kanannya ada anak yang sebaya dengannya yang kelihatan siap memberi pelajaran anak berkacamata. Anak itu tampan, tapi andai saja ia tidak bertampang seram seperti itu ia tentu jauh lebih tampan. Disamping kiri anak berkacamata ada anak yang memegangi sia anak berkacamata. Dia terlihat rapi seandainya rambutnya tidak dibiarkan berantakan. Dan terakhir, anak disamping anak yang yang memegangi si kacamata. Dia bersandar ditembok sambil meniup balon permen karet. Dia tenang dan tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya.

“Bencong!!! Beraninya cuma sama anak kecil. Keroyokan lagi !!”, seru Ical ketika melihat mereka.

“Nggak usah ikut campur!! Jangan mentang-mentang kalian anak kelas tiga, kalian bisa seenak jidat komentar kaya’ gitu !!”, kata anak yang berteriak tadi.

“Ooh…jadi kalian dah berani ngelawan?!! Sombong banget loe pada !!”, ujar Thomas.

Tiba-tiba anak yang mengunyah permen karet memandang kearah kami. Dia mulai memandangi Andre kemudian Ical, Thomas, Riki, lalu…. Aku. Matanya yang tajam memandangi satu persatu. Ketika dia melihatku, dia tampak terusik sambil terus memandang tajam ke arahku. Aku pun balas memandangnya sambil tersenyum. Lalu dia berkata pada ketiga temannya yang lain

“Lepasin si kacamata!! Kita pergi dari sini…”, katanya tenang.

“Lepasin??? Loe nggak takut ma mereka khan Re??”, kata anak yang memegangi si kacamata.

“Gue nggak takut ma mereka, tapi gue pengen pergi dari sini. Gue nggak pengen ribut ma mereka. Lagian, nggak ada gunannya kita ribut ma mereka. Ngerti loe Bram!!”, ujarnya lagi masih dalam keadaan tenang.

“Terus kenapa nggak kita hadepin aja mereka??”, protes anak yang berteriak tadi.

“Udah gue bilang nggak ada gunanya kita ribut ma mereka, Frans !!”, katanya lagi tapi kali ini suaranya terdengar sedikit terusik.

“Tapi Re !!... kita…..”, anak yang lain berkata, tapi segera dipotong oleh anak yang mengunyah permen karet tadi

“Nggak ada tapi Baim”. Dia terus memandang tajam ke arahku.

Mereka lalu pergi sambil memandang tajam kami dan ketika mereka sudah berlalu dari kami, mata anak yang mengunyah permen kret tadi terus menatapku sampai akhirnya dia hilang dari pandangan ketika berbelok menuju ke kantin sekolah.

“Dia Rehan. Anak kelas satu. Tiga lainnya loe pasti dah tau waktu Rehan nyebut nama nama mereka tadi”, jelas Riki ketika mereka hilang dari pandangan.

“Loe kenal dia Rhe? Koq dia ngeliatin loe mulu??”, tanya andre.

“Gue nggak kenal dia”.

************

Laba-laba coklat mulai beranjak dari sudut kamarku

Kicau penghuni pagi mulai terdengar riuh bersahutan

Simfoni teralun lembut mendayu membasuh hatiku pilu

Tak kuasa usir akan semalam dalam ingatan

Sinar mentari berlarian menerobos melalui jendela kamarku

Wangi bumi dihari pagi meyeruak diantara aroma embun

Dalam jagaku aku terlelap pada setiap lembar tidurku

Kudapati aku bersama laluku sedang duduk diam tertegun

Kebijaksanaan duka bertanya dalam benakku yang beku

Kenapa aku tak ingin berlalu dari Vitranza yang telah jauh

Dia pun tersenyum dalam sedihnya lalu berkata padaku

Kemanapun angin berhembus menuntunmu engkau selalu bersamanya berteduh

Laluku kemudian mengajakku pada layuku masa itu

Kutemukan dia tertawa dalam sakitnya dan berkata

Engkau tak akan lagi dapati aku bersenandung dalam ceriaku

Namun aku ingin kau temukan aku pada seribu bunga disana

Hingga pabila telah tiba bumi berputar Arya

Kau akan melihatku berdiri menantimu pada rasamu yang lain

Hingga pabila masa tak lagi mampu memberi dirimu asa

Kau akan temukan aku bersama riang anak-anak Kehidupan bermain

January 02, 2008

Resolusi Tahun Baru

Resolusi tahun baru???
Ga kerasa satu tahun lagi dah hampir lewat. Tahun baru hijriyah dah hampir didepan mata.
Rasa sedih, takut, seneng, gembira, rasa bersalah smuana jadi momen-momen tersendiri di satu tahun kemaren...

Tadi pagi begitu nyampe kampus, saya sempet minta maaf sama orang tua saya yang setahun kemaren sempet saya bikin marah+kesel. Plus minta doa ama ridhona mereka biar tahun depan saya bisa jadi anak yang lebih baik dari tahun-tahun yang dah lewat...

Buat resolusi tahun depan....belum kepikiran. Punya ide???